Sabtu, 15 September 2007

Taruna Baru

Pagi ini 15 September 2007, sebanyak lebih dari 300 orang taruna baru, dengan langkah tegap dan penuh harapan, memasuki gerbang asrama STPI.
Saya bangga melihat mereka.
Kalau dibandingkan dengan senior-seniornya, memang mereka masih tampak "norak", tidak percaya diri, serba ragu-ragu dan takut-takut.
Namun dibalik wajah-wajah "kampung" itu, saya melihat proyeksi masa depan mereka yang cukup cerah. Saya melihat wajah-wajah pemimpin dunia penerbangan masa depan di wajah-wajah mereka, dan itu membuat saya bangga.
Sebagai dosen di STPI, saya bangga, karena suatu saat kelak saya pasti akan dapat menunjuk salah satu pemimpin dunia penerbangan di negeri ini sambil berkata "Dia adalah muridku, yang dulu waktu masuk STPI tampangnya jelek."Insyaallah.

Pengubahan kebiasaan Para Taruna STPI

Sebagai dosen di diklat penerbangan, kegiatan melatih generasi muda untuk menjadi manusia terampil serta berpengetahuan memadai di bidang penerbangan, rasanya tidak terlalu sulit.
Generasi muda jaman kini, rasanya jauh lebih pintar-pintar dan cepat memahami tentang apa yang kita ajarkan.
Tetapi tidak demikian halnya ketika kami harus mengubah kultur mereka agar sesuai dengan kultur masyarakat penerbangan.
Aneka kultur dan kebiasaan "bawaan" dari rumah, harus kami "basuh" bersih dan kemudian kami ganti dengan kultur dan kebiasaan yang merupakan tuntutan masyarakat penerbangan, sering kali harus memakan waktu bertahun-tahun, dengan kesabaran dan pengawasan yang ketat, dan kadang-kadang kami harus "sedikit" keras.
Saat ini, mereka yang mampu masuk ke STPI adalah masyarakat tingkat menengah ke atas, karena diklat apapun itu namanya, memerlukan biaya beberapa juta rupiah setiap semesternya, untuk membayar berbagai keperluan.
Karena berasal dari keluarga menengah ke atas, umumnya mereka telah terbiasa membawa HP, tidur di kamar tersendiri berkasur empuk, uang saku cukup, makan apa saja ada, mau apa saja tinggal minta dan segera tersedia. Setelah masuk STPI, mereka harus tidur berempat atau berlima dalam satu kamar, tidak pegang uang barang satu sen pun, tidak juga pegang HP, makan harus sesuai waktu yang telah ditentukan dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan, bangun tidur jam 4.30 pagi sholat subuh langsung olah raga, dan terus melakukan berbagai kegiatan sampai malam hari.
Anak-anak ini, dengan kegiatan seperti itu, sudah merasa bagai masuk "neraka'.
Pola pembinaan seperti itu, memang dibuat agar mereka merasa satu dengan teman-temannya untuk mampu saling dukung, mempererat persaudaraan antar mereka, untuk menjalin kekeluargaan antar kawan, yang nantinya akan bermanfaat ketika kelak terjun ke dunia kerja.
"team work" adalah sasaran pelatihan yang pertama, karena dengan kerjasama team tersebut, kesalahan individu dapat dihindari karena ada kawan yang mendampingi.
Latihan baris berbaris, merupakan menu utama diawal kegiatan diklat. Itu bukanlah militerisme!
Kami melatih mereka agar mereka terbiasa patuh serta taat terhadap komando yang diberikan oleh pimpinan, siapapun dia orangnya.
Dalam suatu penerbangan, bayangkan jika anggota salah satu atau beberapa crew bekerja suka-suka, mengabaikan komando yang diberikan oleh sang Kapten. Bekerja dengan langkah sama, gerak sama, satu komando yang sama, merupakan tuntutan agar pekerjaan dapat dilihat pola dan arahnya, yang menentukan sesuatu akan berjalan dengan aman atau membahayakan.
Standard baku penerbangan yang berlaku secara internasional, mewajibkan hal tersebut diatas berjalan dengan baik, agar kegiatan operasi penerbangan dapat berjalan aman, selamat dan memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat.
Di bulan-bulan pertama para taruna hidup di asrama, memang merupakan saat-saat kritis, karena kemandirian, daya tahan emosi serta fisik dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru, benar-benar diuji secara bersamaan.
Adalah semangat dari orang tua, dorongan dari orang tua ditambah sedikit rasa tega melihat penderitaan putra-putri mereka, merupakan kunci keberhasilan taruna-taruni STPI dalam menyelesaikan pendidikannya.==