Semua kita pasti sudah sangat memahami, bahwa hidup kita ini sudah ditetapkan durasinya.
Mereka ada yang berdurasi panjang, ada yang berdurasi pendek, ada yang bahkan sangat pendek, dengan berbagai variasi kondisi yang dihadapinya.
Kita tidak tahu, kapan kita dipanggil untuk menghadap-NYA.
Tidak ada urutan pemanggilan, tidak ada yang diberitahu kapan akan dipanggil, masih berapa lamakah kita diberi kesempatan bertemu terbitnya matahari atau menjadi saksi terbenamnya matahari. Kalkulasinya acak, tak ada jawaban pasti, semua merupakan rahasia illahi!!
Akibat dari kerahasiaan itu, kita menjadi tak tahu apakah perjalanan kita dapat mencapai tujuan yang kita harapkan, atau terpaksa terhenti di tengah jalan.
Kita menjadi tidak tahu, apakah usaha, cita-cita, harapan yang kita bangun dengan susah payah, kadang mengabaikan banyak hal, mendapat hasil yang memuaskan, mampu mencapai titik optimalnya atau bahkan menyentuh garis minimum pun tidak mampu.
Sekedar sharing persepsi dalam menghadapi dinamika kehidupan ini, saya membagi masalah dalam dua kelompok, yaitu masalah yang menjadi urusan Tuhan dan yang kedua adalah masalah yang menjadi urusan saya.
Dalam ajaran agama yang saya pahami sejauh ini, Tuhan punya hak prerogative atas kelahiran, kematian, keberhasilan, jodoh dan rejeki.
Dalam konteks itu, sepertinya kita tak punya hak bahkan bernegosiasi. Terima apa adanya!
Namun demikian, sebagai manusia biasa. Sungguh! menjalankan hidup ini adalah suatu kewajiban.
Maka kemudian saya berpikiran bahwa ada masalah yang menjadi urusan kita sebagai manusia, agar “klop” atau “matching” dengan apa yang menjadi urusan Tuhan.
Masalah yang menjadi urusan kita adalah melayakkan diri di “mata” Tuhan, memantaskan diri, agar Tuhan memberikan karunianya, agar Tuhan memutuskan bahwa memang kita layak untuk sukses, layak berjodoh dengan “Bidadari” yang kita impikan, memang kita layak untuk mati sebagai orang terhormat, Dan sebagainya.
Kita tak boleh pasrah, kita tak boleh berdiam diri, kita tak boleh merusak nilai kehidupan, kita tak boleh membiarkan diri kita teraniaya oleh apapun oleh siapapun, kita tak boleh mendzalimi tetapi kita juga tak boleh berdiam diri jika di dzalimi!!
Ajaran agama saya (Islam) menyebutkan, bahwa Allah SWT tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika kaum itu sendiri tidak merubahnya. Allah tidak akan merubah diri kita, sampai kita sendiri yang merubahnya.
Dengan keyakinan agama seperti itu, kita didorong untuk bekerja keras dengan cerdas Dan cermat sekuat tenaga, tanpa harus berpikir apakah usaha ini berhasil atau mubadzir. Karena keberhasilan merupakan HAK Tuhan, sedang tugas kita adalah memantaskan diri di depan Tuhan, agar Tuhan mengabulkan apa yang kita harapkan.
Tidak semua orang berkesempatan jadi pahlawan, tetapi semua kita diberi kesempatan untuk memantaskan diri sebagai pahlawan.
Semua kita diberi kesempatan yang sama untuk memantaskan diri, diberi kesempatan yang sama untuk menunjukkan bahwa kita orang baik yang layak diberi penghargaan oleh Tuhan, disukseskan hidupnya, dipanjangkan umurnya, disehatkan badannya, dipenuhi keinginannya.
Masalahnya, apakah kita sudah memantaskan diri? Apakah kita sudah melayakkan diri?
Banyak dari kita yang memilih posisi diam, menerima apa adanya, tanpa ada usaha yang memadai agar kehidupan kita bergeser ke arah yang lebih baik.
Kita malas bergeser, karena kita takut Akan resiko yang harus dihadapi.
Padahal, baik kita diam tak bergerak maupun memilih bergeser menuju kebaikan, semuanya mengandung konsekuensi logis, kita harus menanggung akibat atas keputusan yang kita pilih, Dan itu merupakan hukum alam, Sunatullah!!
Apapun kondisi yang kita pilih, kita putuskan untuk kita jalani, selalu mengandung tantangan, ada masalah yang harus kita hadapi Dan selesaikan, yang itu semua sebanding dengan kualitas kehidupan yang in gin kita capai.
Masalah yang kita hadapi bukanlah siksaan Tuhan!
Itu adalah biaya yang harus kita bayar, untuk mendapatkan keinginan yang kita harapkan.
Setiap kita harus “membayar” setiap pilihan yang kita pilih, kita harus mau menanggung resiko atas keputusan yang kita ambil, Dan mesti mau menanggung resiko atas alur yang kita lalui.
Kita perlu keyakinan yang teguh, keyakinan yang konsisten, keyakinan yang kuat, bahwa Tuhan Maha Adil, Tuhan Pasti Mengabulkan Permintaan kita, jika kita memang telah pantas untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Tuhan Maha Pengasih Maha Penyayang pada makhlukNYA, maka…….. Permintaan kita akan DIA tunda, jika kita belum pantas menerimanya. Sampai kapan?
Sampai kita pantas untuk menerimanya. Karena dengan kepantasan itu, nilai kemanusiaan kita menjadi meningkat dan anugerah yang diberikan Tuhan tidak berubah menjadi musibah.
Kamis, 23 Juni 2011
Langganan:
Postingan (Atom)