Setelah hampir 33 tahun saya berpisah dengan sahabat-sahabat SMA, tiba-tiba ada teman yang mengingatkan betapa saya telah terpisah begitu lama dengan mereka.
Kami sibuk dengan urusan masing-masing, sampai-sampai lupa bahwa saya punya sahabat-sahabat baik yang begitu perhatian dan mengingat diri ini, selama hampir 33 tahun tanpa pernah lupa.
29 Maret 2008, mereka - sahabat-sahabat saya - berkumpul di Bojonegoro Jawa Timur, untuk kegiatan Reuni. Dalam kebahagiaan dan keceriaan mereka karena dapat berkumpul dengan teman-teman, mereka ternyata juga ingat saya dan menelepon tanya kabar dan mengundang saya untuk kapan-kapan dapat berkumpul bersama mereka.
Saya merasa berharga sekaligus malu hati, kali ini. Teman-teman saya nun jauh disana ternyata tidak pernah melupakan saya, penuh perhatian dan saya ........................ sempat tidak peduli.
Tiba-tiba saja kini, usia kami sudah diatas kepala lima. teman-teman tidak lagi anak-anak seperti terakhir kami bertemu, sebagian besar dari mereka telah menjadi Kakek-kakek dan Nenek-nenek, karena sudah punya cucu. Lucu juga melihat photo-photo mereka saat ini, tapi lebih lucu lagi ketika melihat photo 33 tahun lalu, ketika kami masih di SMA.
Terima kasih sahabat-sahabatku, kalian telah mengingatkan aku, betapa cepatnya jalan roda kehidupan ini. mudah-mudahan kita dapat bertemu pada reuni yang akan datang. Salam
Minggu, 30 Maret 2008
Selasa, 18 Maret 2008
Pengobatan Tradisional (Sebuah Kisah Nyata)
Berawal dari tanggal 14 Januari 2008, Ibu saya yang tinggal di Bojonegoro Jawa Timur, mengeluh sakit maag dan muntah-muntah.
setelah 2 hari penyakitnya tidak kunjung berkurang, padahal sudah berobat di RSUD, Ibu saya diminta untuk periksa kesehatan (lab, rontgen) secara lengkap dan .......... kata dokter Budi dari RSUD Bojonegoro, Ibu saya dinyatakan GAGAL GINJAL dan harus menjalani cuci darah di Surabaya (di Bojonegoro tidak ada fasilitas untuk cuci darah).
tanggal 18 Januari, Ibu saya mulai kehilangan kesadaran, bicara tanpa arah dan masih rawat inap di RSUD Bojonegoro.
Akhirnya, pada malam itu juga, Ibu kami bawa ke Surabaya untuk rawat inap di Rumah Sakit Siloam Surabaya di ruang 203, dibawah perawatan Prof. dr. Yogi (maaf nama lengkapnya lupa).
Sejak malam itu juga, Ibu saya di rawat dengan sangat baik, penuh perhatian, dan kami sekeluarga sangat puas.
Namun, terhadap ibu saya belum dilakukan cuci darah, karena harus menunggu beberapa pemeriksaan secara lengkap.
Hari selasa pagi, tanggal 22 Januari 2008, Ibu saya koma!!
semua data dan hasil pemeriksaan menyatakan bahwa Ibu saya memang mengalami gagal ginjal total, dan menurut prof. Yogi, Ibu saya tidak akan pernah sadar lagi. (beliau dinyatakan telah mengalami kematian klinis, sehingga seumur hidupnya tidak akan pernah sadar lagi.)
Akhirnya Ibu saya menjalani cuci darah di Siloam Surabaya pada hari kamis 24 Januari dan pada hari senin tgl. 28 Januari 2008, dan meskipun sudah dua kali cuci darah, Ibu hanya bangun dari komanya, tetapi kesadarannya tidak kembali. Dan Kata Prof. Yogi, yaa....... hanya itulah hasil maksimal yang dapat kami peroleh. "itupun sudah merupakan mukjizat Tuhan", katanya.
Dengan berbagai pertimbangan, Ibu kami bawa pulang ke Bojonegoro pada tgl. 28 januari siang, dalam kondisi masih belum sadar, menggunakan infus, oksigen dan sonde(?) (alat untuk makan via hidung).
Sesampai di Rumah, adik saya pergi ke daerah NGASEM, suatu kampung 30 km dari Bojonegoro, menemui seorang ahli pertanian (Pak Kardi) untuk meminta ramuan jamu buat Ibu saya.
Pak Kardi ini pensiunan penyuluh pertanian di daerah Ngasem, lulusan IPB dan sekarang sudah pensiun.
Beliau meminta data hasil lab, rongent, scanning otak dan USG ginjal, dan semuanya kami berikan.
Akhirnya beliau mengatakan :"hentikan semua pengobatan dokter. gunakan hanya ramuan dari saya. karena obat-obatan yang digunakan selama ini dan cuci darah itu hanya bikin masalah (penyakit) tambah berat."
Mulai hari Selasa tanggal 29 Januari 2008, Ibu saya stop minum obat, tidak melakukan cuci darah lagi, Oksigen juga lepas, termasuk sonde. Beliau hanya minum ramuan jamu dari Pak kardi Saja.
Alhamdulillah, sejak hari itu beliau berangsur sadar, kesehatannya menjadi semakin baik, dan mampu kembali berjalan-jalan seperti sediakala.
Tanggal 7 Februari 2008 yang lalu, kami syukuran bersama para tetangga.
Setiap hari saya dapat telpon dari Ibu, berkomunikasi secara normal.
dan pagi tadi saya diberi tahu, bahwa beliau sudah mampu melakukan sholat di Musholla yang jaraknya sekitar 30m dari rumah.
Alhamdulillah, Maha Besar Allah.
setelah 2 hari penyakitnya tidak kunjung berkurang, padahal sudah berobat di RSUD, Ibu saya diminta untuk periksa kesehatan (lab, rontgen) secara lengkap dan .......... kata dokter Budi dari RSUD Bojonegoro, Ibu saya dinyatakan GAGAL GINJAL dan harus menjalani cuci darah di Surabaya (di Bojonegoro tidak ada fasilitas untuk cuci darah).
tanggal 18 Januari, Ibu saya mulai kehilangan kesadaran, bicara tanpa arah dan masih rawat inap di RSUD Bojonegoro.
Akhirnya, pada malam itu juga, Ibu kami bawa ke Surabaya untuk rawat inap di Rumah Sakit Siloam Surabaya di ruang 203, dibawah perawatan Prof. dr. Yogi (maaf nama lengkapnya lupa).
Sejak malam itu juga, Ibu saya di rawat dengan sangat baik, penuh perhatian, dan kami sekeluarga sangat puas.
Namun, terhadap ibu saya belum dilakukan cuci darah, karena harus menunggu beberapa pemeriksaan secara lengkap.
Hari selasa pagi, tanggal 22 Januari 2008, Ibu saya koma!!
semua data dan hasil pemeriksaan menyatakan bahwa Ibu saya memang mengalami gagal ginjal total, dan menurut prof. Yogi, Ibu saya tidak akan pernah sadar lagi. (beliau dinyatakan telah mengalami kematian klinis, sehingga seumur hidupnya tidak akan pernah sadar lagi.)
Akhirnya Ibu saya menjalani cuci darah di Siloam Surabaya pada hari kamis 24 Januari dan pada hari senin tgl. 28 Januari 2008, dan meskipun sudah dua kali cuci darah, Ibu hanya bangun dari komanya, tetapi kesadarannya tidak kembali. Dan Kata Prof. Yogi, yaa....... hanya itulah hasil maksimal yang dapat kami peroleh. "itupun sudah merupakan mukjizat Tuhan", katanya.
Dengan berbagai pertimbangan, Ibu kami bawa pulang ke Bojonegoro pada tgl. 28 januari siang, dalam kondisi masih belum sadar, menggunakan infus, oksigen dan sonde(?) (alat untuk makan via hidung).
Sesampai di Rumah, adik saya pergi ke daerah NGASEM, suatu kampung 30 km dari Bojonegoro, menemui seorang ahli pertanian (Pak Kardi) untuk meminta ramuan jamu buat Ibu saya.
Pak Kardi ini pensiunan penyuluh pertanian di daerah Ngasem, lulusan IPB dan sekarang sudah pensiun.
Beliau meminta data hasil lab, rongent, scanning otak dan USG ginjal, dan semuanya kami berikan.
Akhirnya beliau mengatakan :"hentikan semua pengobatan dokter. gunakan hanya ramuan dari saya. karena obat-obatan yang digunakan selama ini dan cuci darah itu hanya bikin masalah (penyakit) tambah berat."
Mulai hari Selasa tanggal 29 Januari 2008, Ibu saya stop minum obat, tidak melakukan cuci darah lagi, Oksigen juga lepas, termasuk sonde. Beliau hanya minum ramuan jamu dari Pak kardi Saja.
Alhamdulillah, sejak hari itu beliau berangsur sadar, kesehatannya menjadi semakin baik, dan mampu kembali berjalan-jalan seperti sediakala.
Tanggal 7 Februari 2008 yang lalu, kami syukuran bersama para tetangga.
Setiap hari saya dapat telpon dari Ibu, berkomunikasi secara normal.
dan pagi tadi saya diberi tahu, bahwa beliau sudah mampu melakukan sholat di Musholla yang jaraknya sekitar 30m dari rumah.
Alhamdulillah, Maha Besar Allah.
Kiriman Dari Sahabat Saya Untuk Anda
Dari: "Siregar, Arifin" arifin.siregar@conocophillips.com Via Kristanto (ATC - Soeta)
Sent: Monday, March 10, 2008 2:14:44
Subject : Vaksin Penyebab Autis
Salam,
Vaksin penyebab AutisBisa di share kepada yang masih punya anak kecil supaya ber-hati2 ... .....Setelah kesibukan yang menyita waktu, baru sekarang saya bisa dapat waktuluang membaca buku "Children with Starving Brains" karangan JaquelynMcCandless , MD yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Grasindo.FYI,
Ternyata buku yang saya beli di toko buku Gramedia seharga Rp.50,000,- itu benar-benar membuka mata saya, dan sayang, sayang sekali baruterbit setelah anak saya Joey (27 bln) didiagnosa mengidap Autisme SpectrumDisorder.Bagian satu, bab 3, dari buku itu benar-benar membuat saya menangis. Selama 6bulan pertama hidupnya (Agustus 2001 - Februari 2002), Joey memperoleh 3 kalisuntikan vaksin Hepatitis B, dan 3 kali suntikan vaksin HiB. Menurut bukutersebut (halaman 54 - 55) ternyata dua macam vaksin yang diterima anak sayadalam 6 bulan pertama hidupnya itu positif mengandung zat pengawetThimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindromAutisme Spectrum Disorder yang meledak pada sejak awal tahun 1990 an. Vaksinyang mengandung Thimerosal itu sendiri sudah dilarang di Amerika sejak akirtahun 2001.Alangkah sedihnya saya, anak yang saya tunggu kehadirannya selama6 tahun, dilahirkan dan divaksinasi di sebuah rumahsakit besar yang bagus,terkenal, dan mahal di Karawaci Tangerang, dengan harapan memperolehtreatment yang terbaik, ternyata malah "diracuni" oleh Mercuri denganselubung vaksinasi. Beruntung saya masih bisa memberi ASI sampai sekarang,sehingga Joey tidak menderita Autisme yang parah. Tetapi tetap saja, sampaisekarang dia belum bicara, harus diet pantang gluten dan casein, harus terapiABA , Okupasi, dan nampaknya harus dibarengi dengan diet supplemen yangkeseluruhannya sangat besar biayanya.Melalui e-mail ini saya hanya inginmenghimbau para dokter anak di Indonesia , para pejabat di DepartemenKesehatan, tolonglah baca buku tersebut diatas itu, dan tolong musnahkansemua vaksin yang masih mengandung Thimerosal. Jangan sampai (dan bukan tidakmungkin sudahterjadi) sisa stok yang tidak habis di Amerika Serikat tersebut diekspordengan harga murah ke Indonesia dan dikampanyekan sampai kepuskesmas-puskesmas seperti contohnya vaksin Hepatitis B, yang sekarangsedang giat-giatnya dikampanyekan sampai ke pedesaan. Kepada para orang tuadan calon orang tua, marilah kita bersikap proaktif, dan assertif denganmenolak vaksin yang mengandung Thimerosal tersebut, cobalah bernegosiasidengan dokter anak kita, minta vaksin Hepatitis B dan HiB yang tidakmengandung Thimerosal.Juga tolong e-mail ini diteruskan kepada mereka yang akan menjadi orang tua,agar tidak mengalami nasib yang sama seperti saya. Sekali lagi, jangan sampaikita kehilangan satu generasi anak-anak penerus bangsa, apalagi jika merekadatang dari keluarga yang berpenghasilan rendah yang untuk makan saja sulitapalagi untuk membiayai biaya terapi supplemen, terapi ABA , Okupasi, dokterahli Autisme (yang daftar tunggunya sampai berbulan-bulan) , yang besarnyasampai jutaaan Rupiah perbulannya.Terakhir, mohon doanya untuk Joey dan ratusan, bahkan ribuanteman- teman senasibnya di Indonesia yang sekarang sedang berjuangmembebaskan diri dari belenggu Autisme."Let's share with others... Show them that WE care!"
Sent: Monday, March 10, 2008 2:14:44
Subject : Vaksin Penyebab Autis
Salam,
Vaksin penyebab AutisBisa di share kepada yang masih punya anak kecil supaya ber-hati2 ... .....Setelah kesibukan yang menyita waktu, baru sekarang saya bisa dapat waktuluang membaca buku "Children with Starving Brains" karangan JaquelynMcCandless , MD yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Grasindo.FYI,
Ternyata buku yang saya beli di toko buku Gramedia seharga Rp.50,000,- itu benar-benar membuka mata saya, dan sayang, sayang sekali baruterbit setelah anak saya Joey (27 bln) didiagnosa mengidap Autisme SpectrumDisorder.Bagian satu, bab 3, dari buku itu benar-benar membuat saya menangis. Selama 6bulan pertama hidupnya (Agustus 2001 - Februari 2002), Joey memperoleh 3 kalisuntikan vaksin Hepatitis B, dan 3 kali suntikan vaksin HiB. Menurut bukutersebut (halaman 54 - 55) ternyata dua macam vaksin yang diterima anak sayadalam 6 bulan pertama hidupnya itu positif mengandung zat pengawetThimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindromAutisme Spectrum Disorder yang meledak pada sejak awal tahun 1990 an. Vaksinyang mengandung Thimerosal itu sendiri sudah dilarang di Amerika sejak akirtahun 2001.Alangkah sedihnya saya, anak yang saya tunggu kehadirannya selama6 tahun, dilahirkan dan divaksinasi di sebuah rumahsakit besar yang bagus,terkenal, dan mahal di Karawaci Tangerang, dengan harapan memperolehtreatment yang terbaik, ternyata malah "diracuni" oleh Mercuri denganselubung vaksinasi. Beruntung saya masih bisa memberi ASI sampai sekarang,sehingga Joey tidak menderita Autisme yang parah. Tetapi tetap saja, sampaisekarang dia belum bicara, harus diet pantang gluten dan casein, harus terapiABA , Okupasi, dan nampaknya harus dibarengi dengan diet supplemen yangkeseluruhannya sangat besar biayanya.Melalui e-mail ini saya hanya inginmenghimbau para dokter anak di Indonesia , para pejabat di DepartemenKesehatan, tolonglah baca buku tersebut diatas itu, dan tolong musnahkansemua vaksin yang masih mengandung Thimerosal. Jangan sampai (dan bukan tidakmungkin sudahterjadi) sisa stok yang tidak habis di Amerika Serikat tersebut diekspordengan harga murah ke Indonesia dan dikampanyekan sampai kepuskesmas-puskesmas seperti contohnya vaksin Hepatitis B, yang sekarangsedang giat-giatnya dikampanyekan sampai ke pedesaan. Kepada para orang tuadan calon orang tua, marilah kita bersikap proaktif, dan assertif denganmenolak vaksin yang mengandung Thimerosal tersebut, cobalah bernegosiasidengan dokter anak kita, minta vaksin Hepatitis B dan HiB yang tidakmengandung Thimerosal.Juga tolong e-mail ini diteruskan kepada mereka yang akan menjadi orang tua,agar tidak mengalami nasib yang sama seperti saya. Sekali lagi, jangan sampaikita kehilangan satu generasi anak-anak penerus bangsa, apalagi jika merekadatang dari keluarga yang berpenghasilan rendah yang untuk makan saja sulitapalagi untuk membiayai biaya terapi supplemen, terapi ABA , Okupasi, dokterahli Autisme (yang daftar tunggunya sampai berbulan-bulan) , yang besarnyasampai jutaaan Rupiah perbulannya.Terakhir, mohon doanya untuk Joey dan ratusan, bahkan ribuanteman- teman senasibnya di Indonesia yang sekarang sedang berjuangmembebaskan diri dari belenggu Autisme."Let's share with others... Show them that WE care!"
Langganan:
Postingan (Atom)